Educational Theories
Jean Piaget
Teori Konstruktivisme
Piaget menyatakan bahwa pembelajaran akan memberikan makna yang berbeda ketika dialami sendiri melalui pengalaman. Piaget memiliki empat pandangan mengenai teori konstruktivistik yaitu skemata, asimilasi, akomodasi dan keseimbangan.
Lev S. Vygotsky
Teori Sosiokultural
Gagasan utama dalam teori ini adalah perkembangan intelektual dapat dipahami hanya jika ditinjau dari konteks historis dan budaya serta perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membntu orang berpikir, berkomunikasi, dan memecahkan masalah. Vygotsky memiliki pandangan bahwa fungsi perkembangan anak meliputi dua tahap yaitu pada tigkat sosial (interpsikologi) dan dilanjutkan pada tingkat personal atau intrapsikologi
Jerome Bruner
Teori Kognitif
Bruner menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran siswa harus aktif dalam pembelajaran dan guru harus mengorganisasikan bahan pembelajaran sebagai suatu akhir. Salah satu bentuk metode pembelajaran yang digunakan dalam teori Bruner ini adalah discovery learning. Dalam pembelajaran guru harus memberikan contoh konsep agar siswa dapat memahami konsep tersebut.
Erick Erickson
Teori Sosial
Erickson menyatakan bahwa anak akan mengalami pembentukan konsep diri dan identitas diri secara kompleks. Terdapat 8 tahap perkembangan anak yaitu Trust vs Mistrust, Autonomy vs Doubt Initiatives vs Guilt/Inisiatif, Industry vs Inferiority, Identity vs Role Confusion, Intimacy vs Isolation/Keakraban, Generativity vs Stagnation, Integrity vs Despair. Selain itu Erickson menyatakan bahwa penemuan jati diri remaja/anak juga didorong oleh kondisi dan pengaruh sosiokultural
Burrhus Frederic Skinner
Teori Behavioristik
Menurut Skinner behavioristik merupakan perubahan tingkah laku mausia yang disebabkan adanya stimulus dan respon. Guru memberikan stimulus kepada siswa. kemudian siswa memberikan respon terhadap stimulus tersebut. setelah adanya interaksi antara stimulus dan respon maka akan terjadi perubahan tingkah laku
Lickona Thomas
Teori Moral
Menurut Thomas moral berhubungan dengan perilaku susila dan karakter. Moral juga terkait dengan moral knowing, moral feeling and moral action. Moral knowing terkait dengan kesadaran moral yaitu mengetahui mana yang benar dan salah. Kemudian moral feeling terkait dengan hati nurani, harga diri, dan adanya empati. Kemudian moral action terkait dengan perilaku manusia dan juga kebiasaan.
Jean Jecques Rousseau
Teori Naturalisme
Teori ini memandang bahwa perkembangan anak dipengaruhi secara alami dan dengan caranya sendiri. Anak belajar dari alam dan kepribadiannya dapat berubah menjadi lebih utuh atau tidak
Heinz Werner
Teori Komparatif
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan anak tidak hanya mengacu pada peningkatan kuantitas dan kualitas namun juga mengenai perubahan yang ada dalam struktur prinsip ontogenik. Prinsip ini memiliki arti bahwa anak mengalami perubahan berkelanjutan dan memiliki hirearki lebih tinggi dari sebelumnya. Anak dapat dikatakan maju jika dibandingkan dengan berbagai wilayah, kondisi dan manusia lain yang berbeda.
Abraham Maslow
Teori Humanistik
Berdasarkan teori ini Maslow menyatakan bahwa perkembangan dan pertumbuhan manusia ditentukan oleh aspek batin yang tercipta secara esensial dan biologis. Selain itu teori humanistic juga memandang bahwa manusia dapat tumbuh dan berkembang secara sempurna jika merdeka dari tekanan budaya
Sigmund Freud
Teori Psikoanalitik
Menurut Freud perkembangan anak ditekankan kepada pentingnya peristiwa dan pengalaman yang dialami. Dalam penerapannya psikoanalisis memiliki tiga hal yaitu sebagai metode penelitian, ilmu pengetahuan sistematis terkait tingkah laku manusia
Edward Lee Thorndike
Teori Koneksionisme
Menurut Thorndike belajar tidak membahas mengenai motivasi siswa akan tetapi respon siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru. Apabila stimulus yang diberikan guru direspon salah oleh siswa, maka harus dilakukan remedial atau ulangan. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki respon siswa agar sesuai dengan tujuan stimulus saat diberikan
Ivan Petrovich Pavlov
Teori Classical Conditioning
Teori ini lebih kearah membahas motif belajar dalam proses pembelajaran. Motif belajar dianggap sebagai sesuatu yang membuat manusia dapat memberikan respon kepada stimulus/ransangan tertentu. Hal ini dilakukan untuk mengenalkan berbagai reflek kepada manusia dan menjadikannya sebagai sebuah kebiasaan.
Lawrence Kohlberg
Teori Perkembangan Moral
Level | Rentang Usia | Tahap | Esensi Penalaran Moral |
Level 1: Moralitas Pra Konvensional | Ditemukan pada anak prasekolah, sebagian besar anak SD, sejumlah siswa SMP, dan segelintir siswa SMU | Tahap 1: Hukuman-penghindaran dan kepatuhan | Orang membuat keputusan berdasarkan apa yang terbaik bagi mereka, tanpa mempertimbangkan kebutuhan atau perasaan orang lain. Orang memathui peraturan hanya jika peraturan tersebut dibuat oleh orang-orang yang lebih berkuasa, dan mereka mungkin melanggarnya bila mereka merasa pelanggaran tersebut tidak ketahuan orang lain. Perilaku yang “salah” adalah perilaku yang akan mendapat hukuman |
Tahap 2: Saling memberi dan menerima | Orang memahami bahwa orang lain juga memiliki kebutuhan. Mereka mungkin mencoba memuaskan kebutuhan orang lain apabila kebutuhan mereka sendiri pun akan terpenuhi melalui perbuatan tersebut (“bila kamu mau memijat punggungku; aku pun mau memijat punggungmu). Mereka masih mendefinisikan yang benar dan yang salah berdasarakan konsekuensinya bagi diri mereka sendiri. | ||
Level 2: Moralitas Konvensional | Ditemukan pada segelintir siswa SD tingkat akhir, sejumlah siswa SMP, dan banyak siswa SMU (tahap 4 biasanya tidak muncul sebelum masa SMU) | Tahap 3: Anak baik | Orang membuat keputusan melakukan tindakan tertentu semata-mata untuk menyenangkan orang lain, terutama tokoh-tokoh yang memiliki otoritas (seperti guru, teman sebaya yang populer). Mereka sangat peduli pada terjaganya hubungan persahabatan melalui sharing, kepercayaan, dan kesetiaan, dan juga mempertimbangkan perspektif serta maksud orang lain ketika membuat keputusan. |
Tahap 4: Hukum dan tata tertib | Orang memandang suatu masyarakat sebagai suatu kesatuan yang utuh yang menyediakan pedoman bagi perilaku. Mereka memahami bahwa peraturan itu penting untuk menjamin berjalan harmonisnya kehidupan bersama, dan meyakini bahwa tugas mereka adalah mematuhi peraturan-peraturan tersebut. Meskipun begitu mereka menganggap peraturan itu bersifat kaku (tidak fleksibel); mereka belum menyadari bahwa sebagaimana kebutuhan masyarakat berubah-ubah, peraturan pun seharusnya berubah. | ||
Level 3: Moralitas Postkonvensional | Jarang muncul sebelum masa kuliah | Tahap 5: Kontrak sosial | Orang memahami bahwa peraturan yang ada merupakan representasi dari persetujuan banyak individu mengenai perilaku yang dianggap tepat. Peraturan dipandang sebagai mekanisme yang bermanfaat untuk memelihara keteraturan sosial dan melindungi hak-hak individu, alih-alih sebagai perintah yang bersifat mutlak yang harus dipenuhi semata-mata karena merupakan “hukum”. Orang juga memahami fleksibilitas sebuah peraturan; peraturan yang tidak lagi mengakomodasi kebutuhan terpenting masyarakat bisa dan harus diubah. |
Tahap 6: Prinsip etika universal (tahap ideal yang bersifat hipotesis, yang hanya dicapai segelintir orang) | Orang-orang setia dan taat pada beberapa prinsip abstrak dan universal (misalnya, kesetaraan semua orang, penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia, komitmen pada keadilan) yang melampaui norma-norma dan peraturan-peraturan yang spesifik. Mereka sangat mengikuti hati nurani dan karena itu bisa saja melawan peraturan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip etis mereka sendiri. |